Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk melihat kemungkinan terbentuknya poros ke-3 dalam Pilpres 2019 sangat tipis.
"Mungkin saja artinya kubu ketiga itu, tapi sekarang mungkin lebih tipis kemungkinannya," ujar Hamdi, di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat (15/7/2018).
Baca: Restoran Marina Sunda Kelapa Jadi Tempat Resepsi Pernikahan Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata
Alasan sulitnya terbentuk poros ketiga karena dua partai yang tadinya digadang-gadang bakalan membentuk poros ketiga yakni Demokrat dan PAN belum memenuhi ambang batas pengajuan capres-cawapres.
"PAN enggak sampai 6 kan, 5 koma sekian, dia perlu teman satu lagi, enggak ada lagi temannya siapa, tadinya berharap PKB yang belum punya, tapi Cak Imin kan udah deklarasi. Jadi udah enggak ada," ucap Hamdi.
Sehingga menurut Hamdi, pilihan satu-satu untuk kedua partai tersebut ialah bergabung dengan poros yang sudah ada saat ini, yakni poros Joko Widodo atau Prabowo Subianto.
Baca: Kritisi Kebijakan Pemerintah, Partai Berkarya Isyaratkan Gabung Oposisi
"Jadi PAN sama Demokrat enggak cukup suaranya, pilihan dia gabung lagi. Jadi menurut saya tipis poros ketiga," ujar Hamdi.
Namun, semua dapat berubah 180 derajat ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugutan tentang aturan presidential threshold.
Dimana aturan presidential threshold tepatnya dalam pasal 222 UU pemilu mengharuskan parpol atau gabungan parpol mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Baca: LRT Jakarta Direncanakan Beroperasi Mulai 10 Agustus 2018
"Itu permainan bisa beda lagi itu, itu calonnya bisa 8, secara teoritis bisa 9, bisa 10, jadi setiap partai boleh saja mencalonkan tanpa ada ambang batas," ujar Hamdi.
Kalo berita nya tidak lengkap buka link di samping buat lihat berita lengkap nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/07/15/pengamat-nilai-poros-ketiga-semakin-sulit-terbentuk
No comments:
Post a Comment