Menyambut Hari Harimau Sedunia 29 Juli 2018, Majalah National Geographic Indonesia mengisahkan feature menarik mengenai harimau Sumatra pada dua edisi berturut-turut. Kisah ini melibatkan AgusPrijono sebagai penulis, dan Edy Susanto sebagai fotografer.
Setiap penugasan National Geographic selalu tersisip berbagai kisah yang menarik untuk diselisik. Kisah-kisah ini turut mendorong terciptanya moral cerita yang membangkitkan minat insani dan menginspirasi banyak orang.
Dua kisah feature tentang harimau sumatra di National Geographic Indonesia itu didukung oleh Sumatran Tiger Project, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Global Environment Facility, United Nations Development Programme, dan kawan-kawan pelestari di Forum Harimau Kita.
Agus dan Edy berbagi kisah di balik layar ketika penugasan dalam bincang malam bertajuk Aum Sendu Harimau Sumatra yang digelar di Eiger Flagship Sumatera, Bandung pada akhir pekan 28 Juli lalu.
Mereka menuturkan kisah di balik layar penugasan bertajuk "Merawat Arwah Rimba Raya" yang terbit pada edisi Juli dan "Memulihkan Relasi yang Retak" yang terbit pada edisi Agustus. Kisah itu berlatar di tepian kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Perbincangan ini menghadirkan pula Fahrul Amama, Conservation Network Development Coordinator dari Wildlife Conservation Society. Managing Editor National Geographic Indonesia, Mahandis Yoanata Thamrin, turut hadir untuk memantik diskusi dan memoderatori perbincangan tersebut.
Tidak sekadar diskusi, video documenter terkait proses perjalanan dalam penugasan ini juga turut ditayangkan. Raut wajah peserta yang hadir pun seakan menggambarkan kekaguman atas usaha orang-orang di balik kisah "Aum Sendu Harimau Sumatra".
“Harimau menjadi hama, musuh manusia, dan harus dimusnahkan demikian yang terungkap dalam catatan-catatan era kolonial,” ucap Mahandis Yoanata Thamrin dalam pembukaan diskusi tersebut.
Yoan, demikian nama sapaannya, mengutip dari berbagai catatan abad ke-18 dan abad ke-19 yang mempersepsikan harimau sebagai musuh manusia di Jawa. Berbagai catatan semasa turut serta dalam membangun citra negative harimau. Sikap toleransi terhadap harimau pun naik kepermukaan.
Literatur berbahasa Inggris pertama yang mengungkap tradisi rampogan di Jawa (perkelahian harimau dan banteng, atau harimau dan manusia) adalah catatan John Joseph Stockdale yang bertajuk Island of Java, terbit pada 1811.
Kalo berita nya tidak lengkap buka link di samping buat lihat berita lengkap nya http://www.tribunnews.com/nasional/2018/07/30/aum-sendu-harimau-sumatra-menyambangi-bandung
No comments:
Post a Comment